Minggu, 20 Februari 2011

AKSI TERORISME: Merugikan Islam, Menguntungkan Asing

Sebagaimana telah banyak diberitakan oleh media massa, Dr. Azahari bin Husin, tersangka pelaku teror bom di Indonesia, tewas dalam aksi penggrebekan di Kelurahan Songgokerto, Kota Batu, Jatim pada Rabu (9/11). Penyergapan tersebut melibatkan sekitar 40 polisi dari Detasemen 88 Anti Teror.

Kebanyakan berharap, kematian Azahari dapat mengakhiri teror bom yang senantiasa mengancam jiwa setiap orang, sekaligus dapat mengakhiri fitnah terhadap berbagai kelompok umat Muslim yang selama ini sering dianggap sebagai pelaku teror bom dan aksi terorisme lainnya.

Namun, kebenaran bahwa yang tewas tersebut adalah Azahari sampai saat ini masih dipertanyakan publik. Pihak keluarganya sendiri yang ada di Malaysia masih menyangsikan bahwa salah satu korban tewas tersebut adalah Azahari. Untuk memastikannya, adik kandung Azahari, Bani Yamin Husin, datang ke Jakarta (13/11) untuk melihat jenazah Azahari dan meminta kepada pihak kepolisian untuk melakukan tes DNA ( Deoxyribo Nucleic Acid ). Sebelumnya, Kabareskrim Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Makbul Padmanegara menyatakan, bahwa pemeriksaan terhadap DNA tidak diperlukan karena tes sidik jari sudah dianggap cukup. Tes tersebut didasarkan pada kesesuaian rekam sidik jari jenazah dengan data rekam sidik jari yang dimiliki polisi pada 1969 dan 1998.

Merugikan Islam dan Kaum Muslim
Media massa Barat turut membangun opini bahwa aktivitas terorisme kelompok Azahari berkaitan dengan perjuangan Islam, yaitu sebagai perlawanan umat Muslim terhadap penjajahan AS dan sekutunya di negeri-negeri Muslim, khususnya di Irak dan Afganistan. Opini ini telah diterima oleh sebagian besar masyarakat dunia, termasuk masyarakat Indonesia . Akibatnya, aksi terorisme yang sangat kejam itu dianggap sebagai aktivitas kelompok Islam atau bahkan aktivitas kaum Muslim secara umum dalam merespon penjajahan AS tersebut.

Sampai saat ini, sosok Azahari ini sebenarnya masih sangat kabur. Namanya baru mencuat di publik Indonesia setelah Ali Imron, tersangka kasus Bom Bali I, menyebut nama Azahari bin Husin sebagai peracik bahan peledak bom tersebut. Sejak saat itu sosok Azahari menjadi berita utama di media massa , bahkan polisi kemudian mengekspos wajahnya bersama Noor Din M Top melalui selebaran. Setelah peristiwa Bom Bali I, dia disebut-sebut oleh polisi sebagai otak dari setiap aksi pengeboman di Indonesia . Dia, misalnya, disebut sebagai dalang Bom JW Marriot Agustus 2003 yang menewaskan 11 orang. Pria berkebangsaan Malaysia ini juga dinyatakan sebagai otak Bom Kuningan September 2004 yang menewaskan 5 orang. Terakhir, Azahari juga disebut sebagai aktor Bom Bali II pada 1 Oktober 2005 yang menewaskan 22 orang.

Ada beberapa kejanggalan jika aktivitas terorisme kelompok Azahari ini dianggap berkaitan dengan Islam. Pertama : Azahari adalah seorang doktor yang secara akademik memiliki kemampuan menganalisis dampak dari aktivitas yang dia lakukan. Apakah dia tidak menganalisis, misalnya, bahwa dampak Bom Bali I sebenarnya sangat merugikan citra Islam dan kaum Muslim, tidak hanya di Indonesia tetapi bahkan di dunia. Melalui aksi terorisme ini, umat Islam langsung dituduh dan ---yang lebih fatal lagi--- ajaran Islam kemudian diidentikkan dengan kekerasan dan kekejaman. Kalau benar perjuangan tersebut atas nama Islam dan kaum Muslim, mengapa justru aksi-aksi yang merugikan citra Islam dan umatnya ini secara beruntun terus dilakukan. Pasca Bom Bali I, muncul Bom JW Marriot, Bom Kuningan, dan Bom Bali II. Bahkan, menurut dokumen yang ditemukan polisi, konon kelompok Azahari sedang merencanakan pesta bom di sejumlah kota, termasuk Jakarta pada bulan November-Desember.

Kedua : menurut pengakuan Ali Imron, Azahari memilih Indonesia sebagai tempat untuk melakukan ‘jihad'. Jika aktivitas ‘jihad' yang dimaksudkan oleh Azahari adalah aksi peledakan bom seperti di atas, maka sungguh sangat ganjil kalau dia memilih Indonesia. Bukankah dia pasti mengetahui bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Jika dia mampu merangkai bom dengan daya ledak yang kuat, tentu dia juga memahami sejauh mana jangkauan ledakan itu. Kenyataannya, yang menjadi korban dari berbagai ledakan bom tersebut kebanyakan adalah kaum Muslim.

Ketiga : pertanyaan ihwal keganjilan sosok Dr. Azahari bin Husin itu juga datang dari keluarganya sendiri ( Republika , 14/11). Mereka sudah empat tahun telah kehilangan kontak dengan Azahari. Pihak keluarga juga merasa terkejut karena tiba-tiba Azahari muncul sebagai sosok yang berbeda 180 derajat dengan Azahari yang mereka kenal sebelumnya. Kini sosok Azahari tampil ke publik dikenal sebagai ahli perakit bom dahsyat yang mendalangi berbagai peledakan bom di Indonesia.

Keempat : AS memasukkan Azahari, Noor Din M Top, dan Umar Al-Faruq sebagai otak jaringan Alqaidah di Asia Tenggara. Pada 10 Juli yang lalu, pejabat Pentagon AS menyatakan bahwa Al-Faruq bersama tiga rekannya kabur dari penjara militer Bagram, Afganistan. Sungguh sangat aneh kalau mereka ternyata bisa kabur, padahal penjara itu dijaga ketat oleh 12 ribu tentara pilihan dengan dukungan teknologi canggih. Pihak Pentagon pun tidak memberikan penjelasan resmi bagaimana proses kaburnya empat tawanan tersebut. Pengamat intelijen, Suripto, menyatakan kepada Republika (9/11) bahwa Al-Faruq kemungkinan besar adalah agen yang ditanam ( planted agent ) badan intelijen asing ke dalam apa yang disebut jaringan Alqaidah untuk Asia Tenggara.

Faktanya, semua aksi terorisme, termasuk aksi kelompok Azahari ini, justru secara jelas merugikan citra Islam dan kaum Muslim; tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia internasional. Suatu kejanggalan yang luar biasa jika semua aktivitas tadi dianggap sebagai bagian dari perjuangan Islam. Karena antara motif, tujuan, aksi dan hasilnya tidak nyambung. Sebaliknya, aksi-aksi tersebut justru telah memojokkan Islam dan umatnya, sebagai stigmatisasi seolah-olah Islam adalah agamanya para teroris, dan umat Islam selalu dituduh sebagai biang kerok .

Tentu, umat Islam di Malaysia, tempat kelahiran Azahari, juga menolak jika aktivitas pengeboman tersebut dikaitkan dengan Islam. Presiden Partai Islam Se-Malaysia (PAS) Abdul Hadi Awang menyatakan sikap, bahwa aksi peledakan bom di Indonesia yang dilakukan kelompok Azahari tidak ada kaitannya dengan Islam ( Republika , 14/11).

Menguntungkan Asing
Justru aksi-aksi terorisme kelompok Azahari ini menguntungkan pihak Barat, khususnya AS dan sekutunya. Kasus-kasus terorisme semakin mendekatkan hubungan negara-negara di dunia dengan AS dalam skenario memerangi terorisme. Dengan begitu, AS dan sekutunya bisa mengintervensi urusan keamanan di setiap negeri kaum Muslim, dengan justifikasi perang melawan terorisme.

Dalam skala regional, misalnya, peristiwa Bom Bali II telah memberikan ‘berkah' bagi Australia. Peledakan tersebut dijadikan alasan utama bagi Australia untuk memberlakukan undang-undang terorisme yang sebelumnya banyak ditentang, tidak hanya oleh kaum Muslim tetapi juga oleh beberapa organisasi hak asasi manusia. Beberapa hari pasca pengesahan UU tersebut, pemerintah Australia, Selasa (8/11) langsung menangkap 17 orang Muslim yang dicurigai sebagai teroris, termasuk di antaranya adalah ulama Australia asal Aljazair, Syaikh Abu Bakr. Penangkapan yang hanya didasarkan pada kecurigaan pihak kepolisian. Karena itu, Presiden Australian Federation of Islamic Council , Ameer Ali, pun menandaskan bahwa target pemberlakuan undang-undang tersebut jelas-jelas adalah Islam dan kaum Muslim ( Republika , 9/11).

Dengan stigma seperti itu, maka setiap ada kasus pengeboman pasti yang dituduh adalah Islam dan kaum Muslim. Akibatnya, begitu ada peledakan, yang dicurigai adalah pesantren dan kelompok Islam.

Faktanya, isu perang melawan terorisme telah menjadi senjata ampuh bagi Barat pimpinan AS untuk memojokkan kaum Muslim. Secara lebih khusus, isu itu digunakan Barat dan AS untuk menggiring publik dunia pada suatu perang global terhadap Islam dan kaum Muslim yang ingin kembali kepada Islam. Mereka paham, bahwa dengan kembali pada Islam, berarti hegemoni sistem Kapitalisme yang mencengkeram dunia saat ini akan terancam. Hal itu tercermin dalam pidato Bush, Kamis (6/10/2005) di depan undangan National Endowment of Democracy dan di hadapan The Ronald Reagan Presidential Library dalam kesempatan lain. Untuk kali pertama, Bush menyebutkan dengan terang-terangan, bahwa ideologi Islam ada di balik aksi-aksi terorisme dunia internasional yang menjadi musuh nyata Amerika Serikat saat ini. Dalam pidatonya itu, kata-kata Islam sangat jelas dia ucapkan. Tentu saja dengan stereotype yang sudah dibangun sebelumnya, seperti 'radikal', 'fasis' dan 'jihad'.

Bush juga menyebutkan tujuan dari ideologi Islam ini adalah untuk mendirikan pemerintahan Islam dunia yang disebut-sebut dengan istilah Imperium Islam , yang terbentang mulai dari Spanyol sampai Indonesia, yang akan menyatukan umat Islam di seluruh dunia. Pidato Bush ini mengarah pada institusi politik Islam—Khilafah Islam—yang memang bersifat global dan menjadikan hukum Islam sebagai sumber hukumnya.

Pidato Bush mempertegas peta yang selama ini mungkin masih dianggap kabur oleh sebagian kaum Muslim, bahwa target sebenarnya dari perang melawan terorisme adalah Islam dan umat Islam.

Wahai kaum Muslim:
Ada dua perkara yang harus ditegaskan:

Pertama, merupakan kejahatan besar jika seorang Muslim mengarahkan serangan kepada sesama penduduk negerinya di tengah-tengah keramaian dan kepada pribadi-pribadi mereka. Sebab, Rasulullah saw. bersabda:

«كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ عِرْضُهُ وَمَالُهُ وَدَمُهُ»

Setiap Muslim hukumnya haram bagi Muslim yang lain dalam hal kehormatan, harta, dan darahnya. (HR at-Tirmidzi) .

Nabi saw. juga pernah bersabda:

«مَنْ آذَى مُسْلِماً بِغَيْرِ حَقٍ فَكَأَنمَّاَ هَدَمَ بَيْتَ اللهِ»

"Siapa saja yang menganiaya seorang Muslim, bukan dengan cara yang haq, maka seolah-olah dia telah meruntuhkan Baitullah."

Bahkan, dalam ajaran Islam hukumnya juga haram menganiaya non-Muslim dari kalangan Ahli Dzimmah yang hidup di dalam negeri kaum Muslim:

«مَنْ آذَى ذِمِياً فَأَنَا خَصْمُهُ»

Siapa saja yang menganiaya seorang Ahli Dzimmah, maka akulah yang akan menuntutnya.

Kedua, merupakan kejahatan besar membantu orang-orang kafir, khususnya negara-negara penjajah, untuk merusak citra Islam dan umatnya. Allah SWT berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin kalian; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. (QS al-Maidah [5]: 51) .

Selain itu, kami juga memperingatkan:

Pertama, dari fitnah keji yang direka oleh negara-negara kafir imperialis yang ingin menguasai negeri ini. Dengan fitnah itu, kita akan saling curiga, memata-matai, dan bermusuh-musuhan, yang justru membuat persatuan dan kesatuan kita menjadi lemah.

Kedua, dalam konteks Indonesia, kita harus selalu menyisakan second opinion (opini kedua), bahwa ada keterlibatan pihak asing, atau bahkan menjadi otak besarnya dalam aksi-aksi terorisme di Indonesia. Target utamanya adalah mengekang umat Muslim agar tidak berani mengemukakan pemikirannya untuk kembali pada tatanan syariah secara kâffah , termasuk pada level negara.

Di sini, kami tegaskan, siapakah yang mendapat keuntungan dari aksi-aksi tersebut? Tentu bukan Islam dan kaum Muslim. Justru Islam dan kaum Muslim menjadi korban.

Waspadalah, jangan sampai saudara terpedaya oleh berbagai propaganda untuk merusak citra Islam dan umatnya.

Lebih dari itu, kita berharap agar Pemerintah tetap serius dan berhati-hati dalam menangani aksi-aksi terorisme ini. Kita juga patut berharap agar Pemerintah juga tidak terjebak untuk mencurigai kaum Muslim (terutama para pejuang yang ikhlas, yang siang-malam bekerja keras untuk menyelamatkan bangsa dan negaranya dari cengkraman penjajah dengan syariat Islam); mengawasi dan memata-matai pesantren, kelompok Islam, atau para khatib Jumat seperti yang pernah diungkapkan oleh Pemerintah sebelumnya. Jika itu dilakukan, jelas keliru, karena tindakan itu hanya akan menambah masalah, dan membuat hubungan Pemerintah dengan rakyatnya, khususnya umat Islam, akan diwarnai kecurigaan. Lalu siapa yang diuntungkan? Tentu bukan bangsa dan negeri ini, melainkan negara-negara penjajah yang siap memangsa negeri ini. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb.

Komentar al-Islam:
Aburizal Klaim Ekonomi Membaik.
(Republika , 15/11/2005).
Sri Mulyani mengaku, pertumbuhan ekonomi 2005 sulit dicapai (Rep., 15/11). Jadi, mana yang bisa dipercaya?

AKSI TERORISME:
Merugikan Islam, Menguntungkan Asing

Sebagaimana telah banyak diberitakan oleh media massa, Dr. Azahari bin Husin, tersangka pelaku teror bom di Indonesia, tewas dalam aksi penggrebekan di Kelurahan Songgokerto, Kota Batu, Jatim pada Rabu (9/11). Penyergapan tersebut melibatkan sekitar 40 polisi dari Detasemen 88 Anti Teror.

Kebanyakan berharap, kematian Azahari dapat mengakhiri teror bom yang senantiasa mengancam jiwa setiap orang, sekaligus dapat mengakhiri fitnah terhadap berbagai kelompok umat Muslim yang selama ini sering dianggap sebagai pelaku teror bom dan aksi terorisme lainnya.

Namun, kebenaran bahwa yang tewas tersebut adalah Azahari sampai saat ini masih dipertanyakan publik. Pihak keluarganya sendiri yang ada di Malaysia masih menyangsikan bahwa salah satu korban tewas tersebut adalah Azahari. Untuk memastikannya, adik kandung Azahari, Bani Yamin Husin, datang ke Jakarta (13/11) untuk melihat jenazah Azahari dan meminta kepada pihak kepolisian untuk melakukan tes DNA ( Deoxyribo Nucleic Acid ). Sebelumnya, Kabareskrim Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Makbul Padmanegara menyatakan, bahwa pemeriksaan terhadap DNA tidak diperlukan karena tes sidik jari sudah dianggap cukup. Tes tersebut didasarkan pada kesesuaian rekam sidik jari jenazah dengan data rekam sidik jari yang dimiliki polisi pada 1969 dan 1998.

Merugikan Islam dan Kaum Muslim
Media massa Barat turut membangun opini bahwa aktivitas terorisme kelompok Azahari berkaitan dengan perjuangan Islam, yaitu sebagai perlawanan umat Muslim terhadap penjajahan AS dan sekutunya di negeri-negeri Muslim, khususnya di Irak dan Afganistan. Opini ini telah diterima oleh sebagian besar masyarakat dunia, termasuk masyarakat Indonesia . Akibatnya, aksi terorisme yang sangat kejam itu dianggap sebagai aktivitas kelompok Islam atau bahkan aktivitas kaum Muslim secara umum dalam merespon penjajahan AS tersebut.

Sampai saat ini, sosok Azahari ini sebenarnya masih sangat kabur. Namanya baru mencuat di publik Indonesia setelah Ali Imron, tersangka kasus Bom Bali I, menyebut nama Azahari bin Husin sebagai peracik bahan peledak bom tersebut. Sejak saat itu sosok Azahari menjadi berita utama di media massa , bahkan polisi kemudian mengekspos wajahnya bersama Noor Din M Top melalui selebaran. Setelah peristiwa Bom Bali I, dia disebut-sebut oleh polisi sebagai otak dari setiap aksi pengeboman di Indonesia . Dia, misalnya, disebut sebagai dalang Bom JW Marriot Agustus 2003 yang menewaskan 11 orang. Pria berkebangsaan Malaysia ini juga dinyatakan sebagai otak Bom Kuningan September 2004 yang menewaskan 5 orang. Terakhir, Azahari juga disebut sebagai aktor Bom Bali II pada 1 Oktober 2005 yang menewaskan 22 orang.

Ada beberapa kejanggalan jika aktivitas terorisme kelompok Azahari ini dianggap berkaitan dengan Islam. Pertama : Azahari adalah seorang doktor yang secara akademik memiliki kemampuan menganalisis dampak dari aktivitas yang dia lakukan. Apakah dia tidak menganalisis, misalnya, bahwa dampak Bom Bali I sebenarnya sangat merugikan citra Islam dan kaum Muslim, tidak hanya di Indonesia tetapi bahkan di dunia. Melalui aksi terorisme ini, umat Islam langsung dituduh dan ---yang lebih fatal lagi--- ajaran Islam kemudian diidentikkan dengan kekerasan dan kekejaman. Kalau benar perjuangan tersebut atas nama Islam dan kaum Muslim, mengapa justru aksi-aksi yang merugikan citra Islam dan umatnya ini secara beruntun terus dilakukan. Pasca Bom Bali I, muncul Bom JW Marriot, Bom Kuningan, dan Bom Bali II. Bahkan, menurut dokumen yang ditemukan polisi, konon kelompok Azahari sedang merencanakan pesta bom di sejumlah kota, termasuk Jakarta pada bulan November-Desember.

Kedua : menurut pengakuan Ali Imron, Azahari memilih Indonesia sebagai tempat untuk melakukan ‘jihad'. Jika aktivitas ‘jihad' yang dimaksudkan oleh Azahari adalah aksi peledakan bom seperti di atas, maka sungguh sangat ganjil kalau dia memilih Indonesia. Bukankah dia pasti mengetahui bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Jika dia mampu merangkai bom dengan daya ledak yang kuat, tentu dia juga memahami sejauh mana jangkauan ledakan itu. Kenyataannya, yang menjadi korban dari berbagai ledakan bom tersebut kebanyakan adalah kaum Muslim.

Ketiga : pertanyaan ihwal keganjilan sosok Dr. Azahari bin Husin itu juga datang dari keluarganya sendiri ( Republika , 14/11). Mereka sudah empat tahun telah kehilangan kontak dengan Azahari. Pihak keluarga juga merasa terkejut karena tiba-tiba Azahari muncul sebagai sosok yang berbeda 180 derajat dengan Azahari yang mereka kenal sebelumnya. Kini sosok Azahari tampil ke publik dikenal sebagai ahli perakit bom dahsyat yang mendalangi berbagai peledakan bom di Indonesia.

Keempat : AS memasukkan Azahari, Noor Din M Top, dan Umar Al-Faruq sebagai otak jaringan Alqaidah di Asia Tenggara. Pada 10 Juli yang lalu, pejabat Pentagon AS menyatakan bahwa Al-Faruq bersama tiga rekannya kabur dari penjara militer Bagram, Afganistan. Sungguh sangat aneh kalau mereka ternyata bisa kabur, padahal penjara itu dijaga ketat oleh 12 ribu tentara pilihan dengan dukungan teknologi canggih. Pihak Pentagon pun tidak memberikan penjelasan resmi bagaimana proses kaburnya empat tawanan tersebut. Pengamat intelijen, Suripto, menyatakan kepada Republika (9/11) bahwa Al-Faruq kemungkinan besar adalah agen yang ditanam ( planted agent ) badan intelijen asing ke dalam apa yang disebut jaringan Alqaidah untuk Asia Tenggara.

Faktanya, semua aksi terorisme, termasuk aksi kelompok Azahari ini, justru secara jelas merugikan citra Islam dan kaum Muslim; tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia internasional. Suatu kejanggalan yang luar biasa jika semua aktivitas tadi dianggap sebagai bagian dari perjuangan Islam. Karena antara motif, tujuan, aksi dan hasilnya tidak nyambung. Sebaliknya, aksi-aksi tersebut justru telah memojokkan Islam dan umatnya, sebagai stigmatisasi seolah-olah Islam adalah agamanya para teroris, dan umat Islam selalu dituduh sebagai biang kerok .

Tentu, umat Islam di Malaysia, tempat kelahiran Azahari, juga menolak jika aktivitas pengeboman tersebut dikaitkan dengan Islam. Presiden Partai Islam Se-Malaysia (PAS) Abdul Hadi Awang menyatakan sikap, bahwa aksi peledakan bom di Indonesia yang dilakukan kelompok Azahari tidak ada kaitannya dengan Islam ( Republika , 14/11).

Menguntungkan Asing
Justru aksi-aksi terorisme kelompok Azahari ini menguntungkan pihak Barat, khususnya AS dan sekutunya. Kasus-kasus terorisme semakin mendekatkan hubungan negara-negara di dunia dengan AS dalam skenario memerangi terorisme. Dengan begitu, AS dan sekutunya bisa mengintervensi urusan keamanan di setiap negeri kaum Muslim, dengan justifikasi perang melawan terorisme.

Dalam skala regional, misalnya, peristiwa Bom Bali II telah memberikan ‘berkah' bagi Australia. Peledakan tersebut dijadikan alasan utama bagi Australia untuk memberlakukan undang-undang terorisme yang sebelumnya banyak ditentang, tidak hanya oleh kaum Muslim tetapi juga oleh beberapa organisasi hak asasi manusia. Beberapa hari pasca pengesahan UU tersebut, pemerintah Australia, Selasa (8/11) langsung menangkap 17 orang Muslim yang dicurigai sebagai teroris, termasuk di antaranya adalah ulama Australia asal Aljazair, Syaikh Abu Bakr. Penangkapan yang hanya didasarkan pada kecurigaan pihak kepolisian. Karena itu, Presiden Australian Federation of Islamic Council , Ameer Ali, pun menandaskan bahwa target pemberlakuan undang-undang tersebut jelas-jelas adalah Islam dan kaum Muslim ( Republika , 9/11).

Dengan stigma seperti itu, maka setiap ada kasus pengeboman pasti yang dituduh adalah Islam dan kaum Muslim. Akibatnya, begitu ada peledakan, yang dicurigai adalah pesantren dan kelompok Islam.

Faktanya, isu perang melawan terorisme telah menjadi senjata ampuh bagi Barat pimpinan AS untuk memojokkan kaum Muslim. Secara lebih khusus, isu itu digunakan Barat dan AS untuk menggiring publik dunia pada suatu perang global terhadap Islam dan kaum Muslim yang ingin kembali kepada Islam. Mereka paham, bahwa dengan kembali pada Islam, berarti hegemoni sistem Kapitalisme yang mencengkeram dunia saat ini akan terancam. Hal itu tercermin dalam pidato Bush, Kamis (6/10/2005) di depan undangan National Endowment of Democracy dan di hadapan The Ronald Reagan Presidential Library dalam kesempatan lain. Untuk kali pertama, Bush menyebutkan dengan terang-terangan, bahwa ideologi Islam ada di balik aksi-aksi terorisme dunia internasional yang menjadi musuh nyata Amerika Serikat saat ini. Dalam pidatonya itu, kata-kata Islam sangat jelas dia ucapkan. Tentu saja dengan stereotype yang sudah dibangun sebelumnya, seperti 'radikal', 'fasis' dan 'jihad'.

Bush juga menyebutkan tujuan dari ideologi Islam ini adalah untuk mendirikan pemerintahan Islam dunia yang disebut-sebut dengan istilah Imperium Islam , yang terbentang mulai dari Spanyol sampai Indonesia, yang akan menyatukan umat Islam di seluruh dunia. Pidato Bush ini mengarah pada institusi politik Islam—Khilafah Islam—yang memang bersifat global dan menjadikan hukum Islam sebagai sumber hukumnya.

Pidato Bush mempertegas peta yang selama ini mungkin masih dianggap kabur oleh sebagian kaum Muslim, bahwa target sebenarnya dari perang melawan terorisme adalah Islam dan umat Islam.

Wahai kaum Muslim:
Ada dua perkara yang harus ditegaskan:

Pertama, merupakan kejahatan besar jika seorang Muslim mengarahkan serangan kepada sesama penduduk negerinya di tengah-tengah keramaian dan kepada pribadi-pribadi mereka. Sebab, Rasulullah saw. bersabda:

«كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ عِرْضُهُ وَمَالُهُ وَدَمُهُ»

Setiap Muslim hukumnya haram bagi Muslim yang lain dalam hal kehormatan, harta, dan darahnya. (HR at-Tirmidzi) .

Nabi saw. juga pernah bersabda:

«مَنْ آذَى مُسْلِماً بِغَيْرِ حَقٍ فَكَأَنمَّاَ هَدَمَ بَيْتَ اللهِ»

"Siapa saja yang menganiaya seorang Muslim, bukan dengan cara yang haq, maka seolah-olah dia telah meruntuhkan Baitullah."

Bahkan, dalam ajaran Islam hukumnya juga haram menganiaya non-Muslim dari kalangan Ahli Dzimmah yang hidup di dalam negeri kaum Muslim:

«مَنْ آذَى ذِمِياً فَأَنَا خَصْمُهُ»

Siapa saja yang menganiaya seorang Ahli Dzimmah, maka akulah yang akan menuntutnya.

Kedua, merupakan kejahatan besar membantu orang-orang kafir, khususnya negara-negara penjajah, untuk merusak citra Islam dan umatnya. Allah SWT berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin kalian; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. (QS al-Maidah [5]: 51) .

Selain itu, kami juga memperingatkan:

Pertama, dari fitnah keji yang direka oleh negara-negara kafir imperialis yang ingin menguasai negeri ini. Dengan fitnah itu, kita akan saling curiga, memata-matai, dan bermusuh-musuhan, yang justru membuat persatuan dan kesatuan kita menjadi lemah.

Kedua, dalam konteks Indonesia, kita harus selalu menyisakan second opinion (opini kedua), bahwa ada keterlibatan pihak asing, atau bahkan menjadi otak besarnya dalam aksi-aksi terorisme di Indonesia. Target utamanya adalah mengekang umat Muslim agar tidak berani mengemukakan pemikirannya untuk kembali pada tatanan syariah secara kâffah , termasuk pada level negara.

Di sini, kami tegaskan, siapakah yang mendapat keuntungan dari aksi-aksi tersebut? Tentu bukan Islam dan kaum Muslim. Justru Islam dan kaum Muslim menjadi korban.

Waspadalah, jangan sampai saudara terpedaya oleh berbagai propaganda untuk merusak citra Islam dan umatnya.

Lebih dari itu, kita berharap agar Pemerintah tetap serius dan berhati-hati dalam menangani aksi-aksi terorisme ini. Kita juga patut berharap agar Pemerintah juga tidak terjebak untuk mencurigai kaum Muslim (terutama para pejuang yang ikhlas, yang siang-malam bekerja keras untuk menyelamatkan bangsa dan negaranya dari cengkraman penjajah dengan syariat Islam); mengawasi dan memata-matai pesantren, kelompok Islam, atau para khatib Jumat seperti yang pernah diungkapkan oleh Pemerintah sebelumnya. Jika itu dilakukan, jelas keliru, karena tindakan itu hanya akan menambah masalah, dan membuat hubungan Pemerintah dengan rakyatnya, khususnya umat Islam, akan diwarnai kecurigaan. Lalu siapa yang diuntungkan? Tentu bukan bangsa dan negeri ini, melainkan negara-negara penjajah yang siap memangsa negeri ini. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb.

( Sumber Artikel : @ Harun Yahya )